Bertemapat di warung Bambu Jetis Mulyo Agung Kota Malang, Ikatan Pemuda
Pelajar Mahasiswa Simeulue Malang (Ippelmas-Malang), kembali menggelar diskusi
panel mendatangkan pengurus dan para pendiri Ippelmas mengangkat tema “Hukum
Islam dan Budaya kemeyan dan pesejuk di masyarakat Simeulue,” acara yang
digelar pada sabtu Malam 17 Februari 2013 itu berlansung hangat dan menuai
beberapa kesimpulan ditinjau dari persepektif hukum Islam dan Budaya.
Menurut Eriton, sekbid hubungan Masyarakat
(Humas) Ippelmas Malang mengatakan, membahas tentang Islam dan budaya tentunya
sangat menarik, dalam kesempatan ini kita membahas antara hukum islam dengan
budaya di masyarakat. Sebagaimana kita lihat di sebagian masyarakat ada ada yang
masi sulit membedakan antara budaya dan
hukum Islam, sehingga antara ibadah
ritual keagamaan dengan budaya nenek moyang terdahulu masi sering bercampur,
ironisnya banyak hukum islam yang bersumber dari alqur’an dan Hadis dalam pelaksanaanya masi mengandung unsur
sengkritisme. ”Dalam diskusi ini kita membahas lebih spesifik mengenai, kemenyan
dan pesejuk ditinajau dari persepektif budaya dan agama,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mahasiswa asal Desa Nancala
Kecamatan Tepah Barat itu menambahkan, kajian dalam diskusi ini murni bertujuan
untuk, menambah ilmu tentang hukum Islam dan pelestarian budaya, dan tidak
bermaksud untuk menghapus budaya yang sudah ada. Namun tetap mempertahankan dan
melestarikan budaya dengan harapan antara
ibadah dalam Islam dengan budaya di dalam masyarakat dapat dibedakan
serta dapat di pahami sehingga antara ibadah ritual dalm Islam dengan budaya leluhur tidak dicampur adukan, namun ada pemisahan.
Sementara itu Muhammad Hadidi dalam
persentasi makalahnya mengatakan, dalam hukum Islam kita kenal ada empat sumber
hukum Islam yang disepakati para ulama yaitu, Al-Qur’an, Hadis Nabi Muhammad
Saw. Ijma’ dan Qias, sehingga setiap pelaksanaan ibadah baik itu ibadah mahdoh
maupun muamalah hendaklah kita rujuk atau kembali kepada pedoman sumber hukum
islam tersebut, apalagi yang berkaitan dengan ibadah mahdoh yang harus mempunyai landasan hukum (dalil). Maka
untuk bisa melaksanakanya ibadah mahdoh dengan benar, maka perlu
mempelajarinya. “Harapanya lewat diskusi ini, kita dapat memahami sumber hukum
islam itu sendiri, sebagai pedoman hidup lewat mempelajarinya, sehingga ibadah
yang kita lakukan sudah sesuai dengan sumber hukum aslinya yaitu alquran dan
Sunnah,” imbuh Mahasiswa Jurusan Islamic
Law University Muhammadiyah of Malang
itu.
Lanjut Pria yang hobi membaca buku itu menambahkan, jika kita lihat dari
persepektif hukum Islam, berdo’a dengan pelantaraan kemenyan atau pesejuk
sebagai bagian ritual dalam berdo’a
sejauh ini belum ada tuntunanya, namun karena memakai kemenyan atau pesejuk
dalam tradisi di masyarakat simeulue itu, merupakan warisan budaya dari nenek
moyang kita sejak dahulu secara turun temurun, maka perlu kita pahami dan kita
kajih kembali kapan dan dimana serta cara kita melestarikanya budaya tersebut.
Dengan harapan tidak menempatkan budaya atau teradisi tercampurkan dengan
ibadah mahdoh yang jelas-jelas tidak diperbolehkan menurut sumber hukum al-quran dan Sunnah.
Seterusnya dalam hasil diskusi tersebut juga
menuai bebebrapa kesimpulan diantaranya, berdo’a memakai kemeyan dan pesejuk
merupakan tradisi masyarakat Simeulue
sejak dahulu yang diwarisi secara turun-temurun dan merupakan budaya lokal
masyarakat yang harus di lestarikan dan mempunyai nilai-nilai yang luhur yang
wajib dijaga. Dalam persepektif hukum islam anara budaya dan hukum dalam hal ini
ibadah yang bersifat mahdoh harus
bersih dari percampuran budaya dan merujuk kepada sumber pokonya hukum islam
yaitu alqur’an dan sunnah, serta yang terkhir diperlukan penkajian dan
pemahaman antara budaya dan hukum Islam khusunya mengenai ibadah, sehingga
masyarakat dapat menambah pemahamanya baik tentang budaya dan tatacara
pelaksanaan ibadaha menurut sumber hukum Islam.(Adid.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar